Rabu, 16 Februari 2011

13. Meniti Kesempurnaan Iman

13.  Pernyataan Abdullah Bin Baz bahwa melakukan thawaf di kuburan adalah syirik. Melakukan thawaf di kuburan, perbuatan ini termasuk syirik menyekutukan Allah). Tidak dibenarkan shalat di kuburan, karena ia dapat mengantarkan kepada syirik, apa lagi kalau shalat itu di tujukan kepadanya atau dengan maksud menyembahnya. Na’udzubillah. 

Tanggapan Habib Munzir Al Musawa mengenai thawaf di pekuburan adalah syirik. Diriwayatkan pada shahih Muslim, bahwa Rasul saw mendatangi kuburan seorang wanita yang wafat dan dikuburkan tanpa sepengetahuan Rasul saw, maka Rasul saw mendatangi kuburnya dan melakukan shalat gaib bersama para sahabat, lalu bersabda: “Pekuburan ini penuh dengan kegelapan, Allah menerangi mereka dengan shalatku tadi untuk mereka” (Shahih Muslim).
Mengenai tawaf dikuburan , tentunya tidak diajarkan dalam islam, namun mengenai membangun diatas kuburnya tempat ibadah. Berkata Al Hafidh Al Imam Ibn Hajar “Berkata Imam Al Baidhawiy“ Ketika orang yahudi dan nasrani bersujud pada kubur para nabi mereka dan berkiblat dan menghadap pada kubur mereka dan menyembahnya dan mereka membuat patung patungnya, maka Rasul saw melaknat mereka, dan melarang muslimin berbuat itu, tapi kalau menjadikan masjid di dekat kuburan orang shalih dengan niat bertabarruk dengan kedekatan pada mereka tanpa penyembahan dengan merubah kiblat kepadanya maka tidak termasuk pada ucapan yang dimaksud hadits itu”(Fathul Bari Al Masyhur Juz 1 hal 525)
Lalu mengapa para Imam membiarkan Qubbah Rasulullah saw yang semegah itu?, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, Imam Bukhari, Imam Ahmad bin Hanbal, dan ratusan para Huffadh dan Muhaddits lainnya membiar kan kuburan kuburan dan kubah kubah menonjol, apakah mereka tak mengerti ilmu? Tentunya jawabannya bahwa yang dilarang adalah jika untuk penyembahan maka hancurkanlah, jika untuk tabarruk maka hal itu boleh - boleh saja.
Diriwayatkan bahwa  Abdullah bin Umar ra bila datang dari perjalanan dan tiba di Madinah maka ia segera masuk masjid dan mendatangi Kubur Nabi saw seraya berucap “Assalamualaika Yaa Rasulullah, assalamualaika Yaa Ababakar, Assalamualaika Ya Abataah (wahai meniti kesempurnaan iman 177 ayahku)”. (Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits No.10051).
Berkata Abdullah bin Dinar ra “Kulihat Abdullah bin Umar ra berdiri di kubur Nabi saw dan bersalam pada Nabi saw lalu berdoa, lalu bersalam pada Abubakar dan Umar ra” (Sunan Imam Baihaqiy ALkubra hadits no.10052).
Saya perjelas lagi bahwa berdoa di kuburanpun adalah sunnah Rasulullah saw, beliau saw bersalam dan berdoa di pekuburan Baqi’ dan berkali kali beliau saw melakukannya. Demikian diriwayatkan dalam Shahihain Bukhari dan Muslim, dan beliau saw bersabda “Dulu aku pernah melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang ziarahlah” (Shahih Muslim hadits No.977 dan 1977).
Dan Rasulullah saw memerintahkan kita untuk mengucapkan salam untuk ahli kubur dengan ucapan   
“Assalaamu alaikum Ahliddiyaar minalmu’minin walmuslimin, wa Innaa Insya Allah Lalaahiquun, As’alullah lana wa lakumul’aafiah..” (Salam sejahtera atas kalian wahai penduduk penduduk dari Mukminin dan Muslimin, Semoga kasih sayang Allah atas yang terdahulu dan yang akan datang, dan Sungguh Kami Insya Allah akan menyusul kalian, Aku memohon kepada Allah untukku dan kalian Afiah).(Shahih Muslim hadits No 974, 975, 976).
Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersalam pada Ahli Kubur dan mengajak mereka berbincang-bincang dengan ucapan  “Sungguh Kami Insya Allah akan menyusul kalian”. Rasul saw berbicara kepada yang mati sebagaimana selepas perang Badr, Rasul saw mengunjungi mayat – mayat orang kafir, lalu Rasulullah saw berkata: “Wahai Abu Jahal bin Hisyam, wahai Umayyah bin Khalf, wahai ‘Utbah bin Rabi’, wahai Syaibah bin Rabi’ah, bukankah kalian telah dapatkan apa yang dijanjikan Allah pada kalian…?!, sungguh aku telah menemukan janji tuhanku benar..!” Maka berkatalah Umar bin Khattab ra “Wahai Rasulullah.., kau berbicara pada bangkai, dan bagaimana mereka mendengar ucapanmu?”, Rasul saw menjawab: “ Demi (Allah) Yang diriku dalam genggamannya, engkau tak lebih mendengar dari mereka (engkau dan mereka sama sama mendengarku), akan tetapi mereka tak mampu menjawab” (Shahih Muslim hadits No.6498).
Makna ayat  “Sungguh Engkau tidak akan didengar oleh yang telah mati”.Berkata Imam Qurtubi dalam tafsirnya “Makna ayat ini bahwa yang dimaksud orang yang telah mati adalah orang kafir yang telah mati hatinya dengan kekufuran, dan Imam Qurtubi menukil hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasul saw berbicara dengan orang mati dari kafir Quraisy yang terbunuh di perang Badr. (Tafsir Qurtubi Juz 13 hal 232).
Berkata Imam Attabari rahimahullah dalam tafsirnya bahwa makna ayat itu ”Bahwa engkau wahai Muhammad tidak akan bisa memberikan kefahaman kepada orang yang telah dikunci Allah untuk tak memahami (Tafsir Imam Attabari Juz 20 hal 12, Juz 21 hal 55).
Berkata Imam Ibn katsir rahimahullah dalam tafsirnya:  “Walaupun ada perbedaan pendapat tentang makna ucapan Rasul saw pada mayat –  mayat orang kafir pada peristiwa Badr, namun yang paling shahih diantara pendapat para ulama 180 meniti kesempurnaan iman adalah riwayat Abdullah bin Umar ra dari riwayat riwayat shahih yang masyhur dengan berbagai riwayat, di antaranya riwayat yang paling masyhur adalah riwayat Ibn Abdilbarr yang menshahihkan riwayat ini dari Ibn Abbas ra dengan riwayat Marfu’ bahwa : “Tiadalah seseorang berziarah ke makam saudara muslimnya didunia, terkecuali Allah datangkan ruhnya hingga menjawab salamnya”, dan hal ini dikuatkan dengan dalil shahih (riwayat shahihain) bahwa Rasul saw memerintahkan mengucapkan salam pada ahlilkubur, dan salam hanyalah diucapkan pada yang hidup, dan salam hanya diucapkan pada yang hidup dan berakal dan mendengar, maka kalau bukan karena riwayat ini maka mereka (ahlil kubur) adalah sama dengan batu dan benda mati lainnya. Dan para salaf bersatu dalam satu pendapat tanpa ikhtilaf akan hal ini, dan telah muncul riwayat yang mutawatir (riwayat yang sangat banyak) dari mereka, bahwa Mayyit bergembira dengan kedatangan orang yang hidup ke kuburnya”. Selesai ucapan Imam Ibn Katsir (Tafsir Imam Ibn Katsir Juz 3 hal 439).
Berkata Imam Al Baidhawiy ”Bahwa Kubur Nabi Ismail as adalah di Hathiim (disamping Miizab di ka’bah dan di dalam masjidilharam) dan tempat itu justru afdhal shalat padanya, dan larangan shalat di kuburan adalah kuburan yang sudah tergali (Faidhulqadiir Juz 5 hal 251).
Jelaslah bahwa yang dimaksud shalat menghadap kuburan adalah yang langsung berhadapan dengan kuburan yang telah digali, bukan kuburan yang tertutup tembok atau terhalang dinding. Dan Rasul saw menyalatkan seorang yang telah dikuburkan, beliau shalat gaib menghadap kuburannya tanpa dinding atau penghalang, yaitu langsung menghadap kuburan (Shahih Muslim)
Mengenai membangun kubur dengan tabut, bangunan, hal ini dilarang untuk umum, dan diperbolehkan untuk kubur para Nabi, ulama dan shalihin, untuk menghidupkan ziarah dan tabarruk pada mereka. (Rujuk I’anatutthaalibin Juz 3 hal 236, Tuhfatul Muhtaj bisyarhil Minhaj Juz 11 hal 424, Mughniy Almuhtaj bisyarhil Minhaj Juz 4 hal 365, Nihayatul Muhtaj ilaa syarhil Minhaj Juz 8 hal 395 dan lain-lain).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar